Wednesday, January 16, 2008

Mengapa Ekonomi Baru?

Realitas kinerja yang lambat menandakan perlunya perubahan kebijakan. Tidak ada alasan bahwa kebijakan lama masih menantikan buahnya. Sepuluh tahun adalah masa yang cukup panjang untuk menantikan buah suatu kebijakan. Jika buah itu tidak dapat kita nikmati sampai sekarang, maka kita harus mempertanyakan bibit apa yang selama ini ditanam.

Warisan Kebangkrutan
Paradigma kebijakan ekonomi indonesia pasca reformasi tidak jauh berbeda dari zaman orde baru. Namun prestasi yang dicerminkan oleh indikator-indikator ekonomi pertumbuhan, pengangguran, dan kemiskinan kalah jauh dibandingkan orde baru. Kesenjangan prestasi disebabkan pemerintah sekarang tidak lagi menikmati kesempatan yang ada pada orde baru.
Sebaliknya, pemerintah sekarang mendapatkan getah dari kebijakan ekonomi orde baru. Eksploitasi sumber daya alam pada masa orde baru berlangsung habis-habisan dan hanya menyisakan pekerjaan rumah untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak. Pembangunan masa orde baru yang dibiayai hutang luar negeri kini menyisakan beban cicilan dan bunga hutang yang menghabiskan 40 persen anggaran negara.
Dengan sumber daya yang sangat terbatas, pemerintah kini sulit bergerak. Pemerintah tidak mampu membiayai pembangunan infrastruktur yang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tidak pula pemerintah dapat menyediakan asuransi sosial bagi warganya.
Resep tim ekonomi sekarang berkutat pada pengendalian inflasi, upaya menarik investasi asing langsung maupun portofolio, privatisasi, liberalisasi penanaman modal, pengendalian kurs secara mengambang, dan pengalihan utang asing menjadi utang domestik. Setiap kebijakan tersebut tentunya telah didukung dengan pertimbangan yang matang.
Namun pertimbangan matang tidak menjamin efektivitas setelah diterapkan. Dan itulah yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Perekonomian kita pulih secara lambat dibandingkan negara tetangga, apalagi jika dibandingkan dengan Rusia, China, dan Argentina.

Indonesia perlu resep baru
Realitas kinerja yang lambat menandakan perlunya perubahan kebijakan. Tidak ada alasan bahwa kebijakan lama masih menantikan buahnya. Sepuluh tahun adalah masa yang cukup panjang untuk menantikan buah suatu kebijakan. Jika buah itu tidak dapat kita nikmati sampai sekarang, maka kita harus mempertanyakan bibit apa yang selama ini ditanam.
Hingga kini, belum ada yang mengajukan usulan perubahan kebijakan secara praktis. Kritik seringkali bersifat reaktif terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Belum ada ekonom yang membaca garis kebijakan rezim ekonomi sekarang dan memberikan konsep alternatif yang dapat dioperasionalkan.
Indonesian Forum telah menginisiasi Visi Indonesia 2030 agar rakyat memiliki optimisme dan menyatukan langkah untuk mencapai visi ini. Visi itu menjadi pesaing dari rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) yang ditetapkan melalui mekanisme demokrasi perwakilan.
Gagasan berupa visi dan strategi masih membutuhkan penerjemahan ke dalam bentuk kebijakan yang lebih operasional. Tanpa pengawasan dan evaluasi yang kontinu terhadap perkembangan kebijakan yang berlaku, maka tidak dapat kita mengetahui sejauh mana perjalanan kita dalam mencapai visi tersebut.
Rezim ekonomi sendiri belum tentu sepakat 100 persen dengan visi tersebut. Rezim cenderung memanfaatkan gagasan yang mirip dengan desain mereka sebagai stempel pengesahan atas kebijakan mereka. Sementara pada gagasan yang bertentangan, rezim ekonomi sekedar menganggapnya sebagai wacana.
Gagasan lain seperti ekonomi pasar sosial yang diusung “kaum muda” juga masih berupa sketsa kasar. Akibatnya, banyak pihak yang meragukan keseriusan dari gagasan ini.
Semakin utuh suatu gagasan, semakin mudah ia meyakinkan orang lain. Orang lebih memilih gagasan yang dapat dipraktikkan, walaupun secara teoritis banyak mengandung kelemahan.
Pengertian dapat dipraktikkan adalah gagasan tersebut dapat direalisasikan dengan sumber daya yang tersedia dan gagasan tersebut menawarkan manfaat bagi pihak yang berkuasa sehingga mereka mendukung kebijakan tersebut. Dalam demokrasi mayoritas, suara pemilih juga merupakan kekuasaan, sehingga gagasan dapat pula dipraktikkan jika mampu menggalang dukungan dari mayoritas pemilih.

Ekonomi Baru Indonesia
Dalam rangka mengembangkan gagasan alternatif ekonomi (yang dapat dipraktikkan), Yayasan Alifa melahirkan gerakan Ekonomi Baru Indonesia. Ekonomi Baru Indonesia (EBI) adalah sebuah gerakan terbuka yang bertujuan menghasilkan ide-ide alternatif kebijakan ekonomi. EBI tidak menawarkan satu paket kebijakan yang diklaim sebagai terbaik. EBI membuka diri kepada berbagai ide alternatif. EBI membiarkan ide-ide itu bersaing dalam meyakinkan warga Indonesia bahwa idenya adalah yang terbaik.
EBI hanya mensyaratkan agar ide-ide itu merupakan kebijakan yang siap diterapkan. EBI tidak menerima ide yang masih berupa visi, apalagi sekedar jargon. EBI mendorong para penggagas untuk membumikan ide-idenya. Harapannya, masyarakat dan penguasa akan mempercayai bahwa ide tersebut bukan sekedar impian yang pencetusnya sendiri tidak mampu menerapkannya jika diberi wewenang.
Draf usulan kebijakan yang sudah setengah matang akan dipublikasikan melalui internet sebagai working paper dan dijadikan bahan diskusi. Komentar-komentar yang menanggapi usulan tersebut akan menjadi masukan untuk mematangkan gagasan yang ada, memperbaiki kekeliruan, dan melengkapi kesenjangan argumen.
Draf tersebut akan terus diperbaiki dan dipublikasikan kembali hingga dirasakan telah mencapai bentuk finalnya. Usulan-usulan final akan ditawarkan ke publik, pelaku politik, dan pembuat kebijakan. Usulan-usulan tersebut saling berkompetisi untuk mendapat dukungan dari publik dan pembuat kebijakan. Pada akhirnya, sistem politik dan preferensi pelaku politik akan menentukan usulan mana yang dapat mewujud sebagai kebijakan di pusat atau daerah.

0 comments: