Friday, January 25, 2008

Kendali Bahan Pokok

Tiap kali terjadi kenaikan drastis harga pangan, kita senantiasa menyaksikan tragedi masyarakat miskin menurunkan kualitas menu makan harian: dari nasi ke nasi aking atau ubi, dari tempe ke tempe gembus. Tulisan ini menawarkan (kembali) gagasan untuk mengendalikan bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat untuk mencegah penurunan kualitas generasi mendatang Indonesia.

Masyarakat miskin tidak punya tabungan yang dapat mempertahankan tingkat konsumsi mereka ketika terjadi kejutan-kejutan ekonomi. Pada kasus nasi aking, sepertinya mereka yang beralih ke nasi aking adalah masyarakat miskin yang tidak tersentuh oleh program raskin. Kemungkinan kedua, pemerintah terlambat dalam menginstruksikan BULOG untuk mendistribusikan raskin tersebut. Jadi, letak kesalahannya adalah pada pengelolaan program raskin.

Sedangkan pada kasus kedelai, BULOG tidak lagi bertugas menangani komoditas ini sejak tahun 1997. Pasokan kedelai yang banyak diimpor dari Amerika Serikat sangat tergantung kepada harga internasional. Dengan tidak adanya kendali harga maupun subsidi atas kedelai, harga dalam negeri sepenuhnya mengikuti harga internasional.

Apakah komoditas kedelai perlu dikelola lagi oleh BULOG? Jawaban atas pertanyaan ini butuh analisis panjang. Solusi first best tentu saja jika mekanisme pasar berjalan baik dengan memberikan cukup insentif berproduksi pada petani tanpa memberatkan konsumen. Saya percaya bahwa harga kedelai yang tinggi ini akan menjadi insentif bagi petani untuk kembali menanam kedelai. Namun selama proses penyesuaian ini, konsumen miskin akan mengalami penurunan kualitas gizi.

Saya kira, komoditas bahan pokok tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar sepenuhnya. Kecukupan stok bahan pokok diperlukan oleh seluruh masyarakat. Konsumen miskin harus tetap mampu mendapatkan bahan pokok tersebut untuk bertahan hidup dan menjaga kualitas kesehatan anak-anak mereka. Jaminan laba berusaha diperlukan petani agar mereka tetap mau menanam komoditas bahan pokok tersebut.

Fungsi Bulog kurang lebih sama pentingnya dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia mengendalikan harga dengan mengatur suplai uang yang berujung pada sisi permintaan agregat. Sedangkan Bulog secara langsung mengatur sisi penawaran dan spesifik pada suplai bahan pokok.

0 comments: