Wednesday, April 9, 2008

Minyak untuk Pangan

Sebagaimana dalam postingan saya di Komentar Ekonomi berjudul Urgensi Kenaikan Harga BBM, subsidi BBM harus segera dikurangi, baik dengan cara kenaikan harga atau pembatasan subsidi. Saya lebih menekankan pada ke mana dana subsidi tersebut dialihkan. Pengalihan dana subsidi untuk membangun infrastruktur baru memberikan hasil pada jangka panjang. Masyarakat akan merasa worse-off dalam jangka pendek sehingga cenderung menolak kebijakan pengurangan subsidi tersebut.

Pengalihan subsidi harus memenuhi beberapa kriteria:
1. Manfaat dirasakan segera
2. Penerima manfaat terutama adalah masyarakat yang paling sensitif terkena dampak kenaikan BBM
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang

Gagasan Chatib Basri untuk mengalihkan subsidi BBM ke subsidi pangan adalah sangat brilian. Namun sekedar mengalihkan pada subsidi pangan tidak mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tanpa perbaikan sisi penawaran, subsidi pangan hanya mendorong permintaan dan akan kembali membawa anggaran negara pada perangkap subsidi, hanya saja kali ini pada subidi pangan bukan subsidi BBM.

Gagasan tersebut telah menembak sasaran yang tepat, yakni komoditas pangan. Subsidi pangan bersifat regresif secara absolut maupun relatif terhadap pendapatannya. Rakyat miskin akan mendapatkan subsidi terbesar karena mereka mengkonsumsi jenis komoditas kualitas rendah yang menjadi target subsidi. Belanja makanan juga merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rakyat miskin. Semakin kaya seseorang, porsi pangan terhadap pendapatan menjadi semakin kecil. Kualitas jenis makanannya pun akan membaik, sehingga lebih sedikit mengkonsumsi jenis makanan yang disubsidi.

Pemerintah tinggal memodifikasi agar subsidi tersebut juga mendorong pertumbuhan produksi pangan domestik. Marjin laba sektor pangan merupakan insentif utama untuk meningkatkan produksi. Dalam jangka pendek, subsidi dapat menjembatani kepentingan konsumen untuk mendapat pangan murah dengan kepentingan produsen untuk memperoleh marjin laba cukup.

Dalam jangka panjang, pembangunan sektor pangan harus mampu menurunkan ongkos produksi pangan dan mengurangi rente yang saat ini dinikmati oleh pelaku saluran distribusi. Dengan demikian, harga pangan akan tetap murah tanpa mengurangi marjin laba yang dinikmati produsen.

Kebijakan ini melibatkan redistribusi yang cukup signifikan. Sebagaimana analisis Khudori, saat ini penyalur pangan menikmati surplus terbesar dengan diimbangi kerugian pada konsumen dan produsen. Surplus ini perlu diredistribusi dari penyalur ke produsen dan konsumen. Redistribusi ini dapat berbentuk regulasi harga, pembenahan struktur pasar, serta penguatan daya tawar produsen dan konsumen.

Untuk mengurangi biaya produksi, pemerintah perlu membantu petani untuk meningkatkan skala produksi. Rasio lahan per pekerja sektor pertanian dapat ditingkatkan dengan membuka lahan baru dan memberikannya pada petani gurem. Untuk pulau Jawa, pemerintah tidak akan dapat mencegah laju konversi lahan pertanian menjadi pemukiman karena populasi memang terpusat di pulau Jawa dan terus tumbuh cepat. Lahan baru hanya dapat dibuka di pulau-pulau luar Jawa. Pemerintah dan para ahli perlu bekerja sama untuk mengkaji potensi ekonomi dan biaya ekologis dari kebijakan tersebut.

Pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan mendesak dilakukan. Para ahli pertanian perlu menemukan solusi atas penyediaan pangan dan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa pengembangan biofuel justru dapat berdampak neto lebih buruk pada pelepasan karbon. Walaupun emisi karbon dari biofuel lebih rendah, konversi hutan ke ladang tanaman bahan baku biofuel telah mengurangi penyerapan karbondioksida.

Sebagian subsidi BBM dapat dialihkan untuk mendorong pengembangan teknologi pertanian ini. Kalau peneliti dari Indonesia tidak mampu menghasilkan temuan yang diperlukan, pemerintah dapat menggaji peneliti asing atau membeli paten dari luar negeri.

Selain untuk pangan, subsidi BBM dapat pula dialihkan untuk memperluas akses rakyat miskin pada pendidikan dan kesehatan. Untuk sektor pendidikan, subsidi sebaiknya ditargetkan kepada individu bukan institusi sekolah. Hingga saat ini sekolah yang telah mendapat subsidi dari pemerintah tetap tidak menghentikan pungutan biaya pada siswa. Kalaupun subsidi diberikan pada sekolah, harus ada larangan tegas (berkonsekuensi sanksi bagi pelanggar) bagi sekolah tersebut untuk memungut biaya tambahan dari siswa.

Di sektor kesehatan, Askeskin sangat membutuhkan dana tambahan untuk membayar klaim rumah sakit. Tunggakan Depkes pada rumah-rumah sakit telah sangat besar sehingga banyak rumah sakit tidak mau menerima pasien Askeskin. Kucuran dana pengalihan subsidi BBM ke Askeskin akan menyelamatkan banyak nyawa. Kesehatan merupakan investasi SDM untuk menjaga kualitas tenaga kerja. Untuk jangka panjang, kita perlu memikirkan rancangan kelembagaan sektor kesehatan agar mampu memberikan layanan berkualitas dengan biaya terjangkau.

0 comments: